Minggu, 09 Oktober 2011

Logia (Sebuah novel)

Rumah kontrakan Andini, 15.03 pm
"Jangan ikut campur urusan gua !"
Kudungga berteriak keras, pemuda itu tak sengaja meluapkan emosinya setelah mendengar singgungan Andini tentang Biola, seorang gadis yang pernah mengisi hati Kudungga dulu.
"Sorry Dung, gua gag bermaksud buat ngingetin lo sama Biola, tapi lo harus move on dong.."
"Mau sampe kapan sih Dung lo gini mulu? Lo mau habisin waktu lo buat nungguin Biola yang sekarang gag tau ada dimana ?" Andini menghela nafasnya, ada sedikit perasaan bersalah dalam hatinya karna telah mengorek luka lama Kudungga. Tapi apa yang dapat ia lakukan lagi.
Andini telah kehabisan akal untuk membuat seorang pemuda yang telah lama menjadi sahabatnya ini kembali seperti dahulu. Ia ingin senyum itu kembali kedalam raut wajah kharismatik yang selama ini diam-diam ada dalam hatinya.
"Iya,tapi gag dengan cara lo ceramahin gua soal itu din! Lo gag pernah tau hati gua gimana, lo gag pernah tau kehilangan itu seperti apa, dan lo gag tau pernah tau gimana bencinya gua punya perasaan kayak gini." Kudungga berbalik kemudian melangkah pergi meninggalkan Andini yang kini hanya terdiam, dan tanpa sepengetahuan Kudungga Andini telah mengeluarkan titik-titik air di sudut matanya yang membulat indah. Andini menangis...
Dan tak lama terdengar deru mesin motor Kudungga menjauhi rumah itu, ia pergi seperti tak akan kembali. 
....................

On the way, 15.15 pm
Kudungga memacu Kawasaki Binternya dengan kecepatan penuh tanpa arah. Ia seperti ingin lari dari kenyataan. Kenyataan yang sebenarnya tak pernah bisa ia tutupi, kenyataan yang tak pernah ingin ia hadapi, dan kenyataan yang telah diingatkan kembali oleh Andini. Ia tak pernah bisa menerima keadaan dimana kini ia telah terpaku dalam sebuah penantian yang sebenarnya tak pernah ada. Ia telah membangun sebuah dunia semu dan terlampau asik masuk dalam plot cerita yang ia rangkai sendiri sehingga tak pernah ingin kembali ke dalam kenyataan yang sesungguhnya. Sebuah dunia di mana di sana hanya ada ia dan Biola, dengan kisah pertemuan - perpisahan mereka, dan penantian Kudungga yang sebenarnya tak pernah ada.
Ia terlampau marah mendengar perkataan Andini yang tak mengakui keberadaan Biola. Kudungga hanya ingin Andini tau ia telah merasakan  kehangatan dari perasaan Biola yang dalam. Baginya Biola itu adalah sosok nyata yang selama ini telah mengisi relung hatinya, kembali menyemaikan bibit mawar dalam hatinya, dan mewarnai langkahnya selama ini. Biola adalah sepotong bagian dari hatinya yang kini telah hilang, dan ia ingin Andini mendengar apa yang ia rasakan saat ini, karna ia membutuhkan Andini sebagai seorang sahabat untuk membagi dukanya saat ini. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar